BISNIS ETHICS and CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY



oleh: I Gusti Ngurah Sanjaya,SE.,M.Si.,Ak.
Pendahuluan

              Etika  kata Yunani “ethos”,   berarti adat istiadat atau kebiasaan. Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat. Etika adalah  falsafat moral, ilmu yang membahas nilai dan norma yang diberikan oleh moralitas dan etika dalam pengertian pertama di atas. Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tatacara hidup yang baik, aturan hidup yang baik dan segala kebiasaan yg dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang lain atau dari satu generasi ke generasi yang lain.
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etik merupakan suatu prinsip moral dan perbuatan yang menjadi landasan bertindaknya seseorang sehingga apa yang dilakukannya dipandang oleh masyarakat sebagai perbuatan yang terpuji dan meningkatkan martabat dan kehormatan seseorang. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat. Rudito dan Famiola (2007) mengemukakan etika bisnis merupakan suatu normatif disiplin dimana standar-standar tertentu sudah ditentukan dalam lingkungan bisnis yang haras diterapkan dalam menjalankan aktivitas bisnis. Standar-standar dalam etika bisnis inilah yang dipakai sebagai standar penilaian apakah aktivitas-aktivitas yang dijalankan oleh perusahaan dinilai sebagai bisnis yang baik atau burak.
Beberapa isu-isu utama etika bisnis khususnya di Indonesia yang marak terjadi adalah isu korupsi, pemalsuan atau pembajakan hak cipta, deskriminasi dan perbedaan gender, serta konflik sosial dan masalah lingkungan (Rudito dan Famiola, 2007). Masalah korupsi merupakan permasalahan klasik yang dihadapi bangsa Indonesia dan sulit untuk dihindari dan tidak mudah untuk diberantas karena telah menguasai segala lapisan aspek dalam kehidupan masyarakat, salah satu contohnya adalah jalur cepat pengurusan KTP atau SIM dengan ongkos yang tentunya jauh lebih mahal dibandingkan melalui jalur biasa, pada level yang lebih tinggi setiap hari media menyuguhkan berita-berita tentang kasus suap, korupsi pada tubuh perbankan atau perusahaan-perusahaan nasional. Semua merupakan bentuk isu pelanggaran etika dalam bisnis dunia usaha dalam wujud korupsi.
Isu etika bisnis yaitu diskriminasi gender dalam dunia kerja seringkali terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, ditunjukkan dengan adanya pembedaan perlakuan secara terbuka baik disebabkan perilaku, sikap, norma, nilai, maupun aturan yang berlaku, dan secara tidak langsung, misalnya penetapan aturan yang sama tetapi pada realitasnya menguntungkan salaih satu gender, misalnya dalam hal sistem upah seringkali perempuan mendapatkan upah yang lebih rendah dengan alasan kemampuan kerja lebih rendah dan dapat diperkerjakan untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu saja (Rudito dan Famiola, 2007).

Etika Bisnis
    
Etika Bisnis merupakan salah satu bentuk dari Etika Terapan. Dalam Etika Bisnis diterapkan secara khusus prinsip-prinsip dan norma-norma moral di bidang bisnis. Etika adalah cabang filsafat yang mempelajari baik buruknya prilaku manusia dan sering disebut sebagai filsafat praktis (K. Bertens, 2009).
Sebagai bagian dari komunitas masyarakat, perusahaan memiliki tanggung jawab sosial yang sama dengan masyarakat. Namun pada kenyataannya, tidak dapat dipungkiri peran peran perusahaan di Indonesia saat ini sebagian besar hanya sebatas memberikan dukungan dana secara sukarela (voluntary) dan bersifat kedermawanan (philanthropy) sehingga kegiatan yang dilaksanakan kurang memberikan manfaat nyata bagi masyarakat yang menjadi target sasaran. Masih minimnya peran perusahaan dalam kehidupan sosial memunculkan pendapat bahwa pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan belum maksimal. Beberapa prinsip Etika Bisnis:
1.      Otonomi; Sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri.
2.      Kejujuran; Kejujuran dalam memenuhi syarat-syarat perjanjian, kejujuran dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga yang sebanding,  kejujuran dalam hubungan kerja intern.
3.      Keadilan; memperlakukan setiap orang sesuai dengan haknya masing-masing,  baik dalam relasi eksternal maupun internal perusahaan.
4.      Saling menguntungkan, bisnis dijalankan sedemikian rupa agar semua pihak menikmati keuntungan.
5.      Integritas moral, tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis


Tanggungjawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR)  mungkin masih kurang popular dikalangan pelaku usaha nasional. Namun tidak begitu bagi pelaku usaha asing. Kegiatan social kemasyarakatan yang dilakukan secara sukarela itu, sudah bias dilakukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional ratusan tahun lalu (Sukami, 2010). Dari hasil survey yang dilakukan Suprapto tahun 2005 terhadap 375 perusahaan di Jakarta menunjukkan bahwa 166 atau 44,27% tidak melakukan kegiatan CSR dan 209 atau 55,75% perusahaan melakukan CSR. CRs meliputi: kegiatan kekeluargaan(116 perusahaan), sumbangan pada lembaga agama (50 perusahaan), sumbangan ke Yayasan (39 perusahaan), pengembangan komunitas (4 persh).

Dengan dikeluarkannya UU No. 25 tahun 2007 tentang penanaman modalPasal 74 menyebutkan bahwa setiap perusahaan yang menjalankan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggungjawab social dan linmgkungan, jika tidak dilakukan, maka perseroan tersebut bakal dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Aturan lebih jelas juga terbuat dalam undang-uindang penanaman modal pasal 34 ayat (1) disebutkan; setiap penananam modal berkewajiban melaksanakan tanggungjawab social perusahaan Jika tidak, maka dapat dikenakan sanksi mulai mulai dari peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal , atau pencabutan kegiatan usaha dan.atau fasilitas penanaman modal.

Konsep tentang tanggung jawab sosial perusahaan lahir dan makin berkembang menjadi isu penting dalam menjamin kelangsungan hidup dunia usaha sejak dicetuskannya konsep social responsibility yang merupakan kelanjutan konsep economic dan environmental sustainability pada pertemuan di Yohannesberg pada tahun 2002. Pelaksanaan tanggung jawab sosial harus menjadi suatu bagian dalam peran bisnis dan termasuk dalam kebijakan bisnis perusahaan, sehingga dunia bisnis bukan hanya merupakan suatu organisasi yang berorientasi pada pencapaian laba maksimal tetapi juga menjadi suatu organisasi pembelajaran, dimana setiap individu yang terlibat didalamnya memiliki kesadaran sosial dan rasa memiliki tidak hanya pada lingkungan organisasi saja melainkan juga pada lingkungan sosial dimana perusahaan berada (Anatan, 2009).
  Secara konseptual tanggung jawab sosial perusahaan didefinisikan sebagai komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal, dan komunitas luas. The World Business Council for Sustainable Development mendefinisikan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai komitmen perusahaan untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan, komunitas lokal, dan komunitas secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan. Secara umum, tanggung jawab sosial perusahaan merupakan kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat melalui peningkatan kemampuan manusia sebagai individu untuk beradaptasi dengan keadaan sosial yang ada, menikmati, memanfaatkan, dan memelihara lingkungan hidup yang ada. Sehingga dapat disimpulkan perusahaan berperan sebagai ”agen moral” yang dituntut untuk dapat menerapkan perilaku-perilaku etis dalam pelaksanaan aktivitas bisnisnya.
Sebagai agen moral, bertindak etis bukanlah sekedar aturan atau pedoman belaka melainkan sebuah tuntutan dan kewajiban moral yang harus dilakukan oleh perusahaan. Post et al. (2002) dalam bukunya yang berjudul ’’Business and Society: Corporate Strategy, Public Policy, Ethics” mengemukakan beberapa alasan mengapa perusahaan harus bertindak etis. Alasan-alasan tersebut meliputi: 1) adanya peningkatan harapan publik agar perusahaan menjalankan bisnis secara etis, dan bagi perusahaan yang tidak berhasil menjalankan bisnisnya secara etis akan mengalami sorotan, kritik atau bahkan hukuman, 2) perusahaan dibatasi oleh etika bisnis yang ada agar tidak melakukan tindakan-tindakan yang membahayakan pemangku kepentingan yang lain, 3) penerapan etika bisnis di perusahaan dapat meningkatkan kinerja perusahaan, yang dapat dicapai melalui terjadinya penurunan resiko korupsi, manipulasi penggelapan, dan berbagai bentuk perilaku yang tidak etis lainnya, 4) penerapan etika bisnis seperti kejujuran, menepati janji, dan menolak suap dapat meningkatkan kualitas hubungan bisnis diantara kedua belah pihak yang melakukan hubungan bisnis, 5) agar perusahaan terhindar dari penyalahgunaan yang dilakukan karyawan maupun kompetitor yang bertindak tidak etis, 6) penerapan etika perusahaan secara baik didalam suatu perusahaan dapat menghindarkan terjadinya pelanggaran hak-hak pekerja oleh pemberi kerja, dan 7) mencegah agar perusahaan tidak memperoleh sanksi hukum karena telah menjalankan bisnis secara tidak etis.
Beberapa isu-isu utama etika bisnis khususnya di Indonesia yang marak terjadi adalah isu korupsi, pemalsuan atau pembajakan hak cipta, deskriminasi dan perbedaan gender, serta konflik sosial dan masalah lingkungan (Rudito dan Famiola, 2007). Semua merupakan bentuk isu pelanggaran etika dalam bisnis dunia usaha dalam wujud korupsi.

Tahap-Tahap Pengembangan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Brown (dalam Iriantara, 2004) mengemukakan 4 (empat) tahapan dalam menyusun program tersebut meliputi: segmentasi; skala prioritas; penelitian tentang kebutuhan, keinginan, dan minat komunitas; dan dialog dengan opinion leader dalam komunitas. Sedangkan Robbins dan Coulter (2003) dalam Solihin (2008) mengemukakan tahapan-tahapan pengembangan tanggung jawab sosial perusahaan seperti berikut:
a.       Pemegang saham dan manajer, pada tahap ini tanggung jawab utama perusahaan adalah mengutamakan kepentingan pemegang saham untuk menggunakan sumber daya perusahaan seefisien mungkin dan mencapai maksimalisasi laba. Pada tahap ini perusahaan cenderung merasa belum memiliki tanggung jawab sosial kepada masyarakat secara luas.
b.       Mengembangkan tanggung jawabnya kepada karyawan, dimana manajer tidak lagi hanya memfokuskan pada maksimalisasi laba tetapi telah memperhatikan kesejahteraan karyawan sebagai aset sumber daya manusia.
c.        Masyarakat setempat yang terkena dampak secara langsung oleh operasional perusahaan didaerah tempat mereka tinggal.
d.       Masyarakat luas. Pada tahap ini manajer telah membuka diri dan merasa menjadi bagian dari masyarakat publik dan bertanggung jawab untuk melakukan pengembangan masyarakat setempat melalui program community development.
Jenis-Jenis Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Post (2002) mengemukakan tiga jenis tanggung jawab yang berbeda-beda yang harus dijalankan oleh perusahaan dan dilaksanakan secara seimbang. Adapun jenis tanggungjawab sosial perusahaan seperti gambar berikut:


 Jenis-Jenis Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Sumber: Post, Lawrence, dan Weber, 2002

Realitas Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia
Dengan diterbitkannya undang-undang penanaman modal dan perseroan terbatas di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal, dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas. Kedua Undang-Undang tersebut dilatarbelakangi oleh Undang-Undang Dasar 1945 yang menetapkan bahwa perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial harus diatur oleh negara. Motivasi lain berkaitan dengan keinginan pemerintah untuk mencegah dan mengurangi terjadinya kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi akibat kegiatan operasional perusahaan yang tidak memperhatikan lingkungan hidup dan masyarakat disekitar perusahaan beroperasi. Implementasi konsep tanggung jawab sosial perusahaan lebih besar daripada konsep filantropi yang cenderung bersifat sukarela. Untuk mewujudkan tanggung jawab dunia usaha diharapkan memperhatikan tiga dimensi keberlanjutan yakni lingkungan hidup, ekonomi dan sosial - yang juga dikenal dengan “triple bottom line”.
Salah satu contohnya adalah wujud tanggung jawab sosial perusahaan di Amerika, seringkali disamakan juga &mgan“ corporate citizenship. Kedua konsep tersebut memiliki tujuan akhir yang sama yaitu mengintegrasikan kepedulian perusahaan terhadap masalah sosial dan lingkungan ke dalam aktivitas operasional perusahaan dan cara-cara perusahaan berinteraksi dengan stakeholder perusahaan secara sukarela. Konsep tanggung jawab perusahaan mencakup juga dimensi hubungan perusahaan dengan karyawan, Di Indonesia telah banyak perusahaan- perusahaan yang melakukan tanggung jawab sosialnya, meski tidak dapat dipungkiri hal tersebut juga memberikan dampak positif bagi perusahaan sendiri. Melalui program ini, perusahaan memainkan peran pentingnya sebagai sponsor kegiatan-kegiatan konservasi dan pendidikan yang merupakan wujud tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat di lingkungan perusahaan dan masyarakat umum. Perusahaan milik pemerintah yang lebih dikenal dengan BUMN (Badan Usaha Milik Negera) juga memiliki tanggung jawab sosial yang sama terhadap lingkungan sekitamya. Salah satu contoh BUMN yang berperan aktif dalam kegiatan ini adalah Pertamina. Beberapa perusahaan multinasional juga aktif dalam melakukan program- program yang terkait dengan tanggung jawab sosial perusahaan seperti PT Astra Group, Nokia, Coca Cola, dan PT Freeport. Astra Group, melakukan program pemberdayaan UKM (Usaha Kecil dan Menengah) yaitu upaya untuk meningkatkan kompetensi dan kapasitas produsen melalui Yayasan Dharma Bhakti Astra. Melalui program ini, Nokia berupaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dengan melibatkan kaum muda dalam proyek perlindungan orang utan. Implementasi kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan juga dilakukan oleh PT Coca Cola Bottling Indonesia yang memfokuskan pada program-program yang berkaitan erat dengan bidang pendidikan, lingkungan, bantuan infrastruktur masyarakat, kebudayaan, kepemudaan, kesehatan, pengembangan UKM, dan pemberian bantuan bagi korban bencana alam.
Penutup
Undang-Undang (UU) yang mengatur kegiatan CSR di Indonesia tergolong masih lemah. Hal ini mengakibatkan tidak sedikit pelanggaran-pelanggaran terjadi dan mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup yang ada dan jarang sekali perusahaan yang menjadikan program tanggung jawab sosial sebagai bagian dari perencanaan strategis perusahaan. Sebagai contoh UU Nomor 23 tahun 1997 Pasal 41 ayat 1 tentang pengelolaan lingkungan hidup menyatakan “Barang siapa yang melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak lima ratus juta rupiah.” Tanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan, pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan sosial masyarakat bukan hanya menjadi tanggung jawab perusahaan besar saja, meskipun pada kenyataannya mayoritas perusahaan yang melakukan program-program tersebut adalah perusahaan besar. Tantangan terbesar bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam menjalankan program tanggung jawab sosial adalah lemahnya regulasi yang tidak kondusif untuk mendorong perkembangan implementasi program tanggung jawab sosial perusahaan. Oleh karena itu, peran pemerintah sangat diperlukan dalam meningkatkan kesadaran perusahaan dan mendukung setiap pelaksanaan program tersebut dalam strategi perusahaan. Dengan menjadikan program tanggung jawab sosial sebagai bagian dari strategi perusahaan, program-program tanggung jawab sosial tersebut dapat dilakukan secara berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan akan terjamin. Karena strategi perusahaan terkait erat dengan program- program tanggung jawab sosial, perusahaan tidak akan menghilangkan program-program tanggung jawab sosial tersebut meski dilanda krisis, kecuali ingin merubah strateginya secara mendasar.



Daftar Pustaka

Ambadar, J., 2008. Corporate Social Responsibility dalam Praktik di Indonesia.Edisi 1, Penerbit Elex Media Computindo.
Anatan, L., 2009. Corporate social responsibility (CSR): Tinjauan teoritis dan praktik di Indonesia. Jumal Manajemen.
K. Berten, 2009, Pengantar Etika Bisnis, Kanisius, Yogyakarta, 2009.
Netting, F.E., Peter, M.K., Stephen, L.M., 2004. Social work Macro Practice. Third edition. Boston, Allin and Bacon.
Post, E.J., dan Lawrance, T. Anne dan Weber, 2002. Business and Society: Corporate Strategy, Public Policy, Ethics. Edisi 10, Me. GrawHill.
Rudito, B., Famiola, M., 2007. Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia. Edisi 1. Penerbit Rekayasa Bisnis.
Solihin, I., 2008. Corporate Social Responsibility: from Charity to
Sukami, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, . Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2010.
Sustainability.Edisi 1. Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Suharto, E., 2007. Pekerjaan Sosial Responsibility. Edisi 1, Penerbit Refika Aditama, Bandung.
Republik Indonesia, UU. No. 25 tahun 2007 tentang penanaman modal
Republik Indonesia, UU No. 40 tahun 2007, tentang Perseroan terbatas.